If I Live Just One Day -Cerpen-

November 18, 2013

Lian sengaja mendengarkan lagu soundtrack film-film favoritnya melalui laptop untuk melepas lelahnya setelah seharian berkutik dengan soal ulangan Fisika di kelas. Hari ini Lian ada jadwal ekskul komputer di sekolah, jadi pulangnya agak telat. Untung ibu sudah tau Lian ikut ekskul ini, maklumlah... 3 tahun kedepan Lian ingin masuk penjurusan teknik informatika. Sebenarnya Lian begitu gak yakin bakalan masuk jurusan itu, tapi entahlah... Lauh Mahfudz belum membuka lembaran sampai segitu.
            “Hoi !!!”. Lian dikejutkan oleh teman sekelasnya saat sedang menikmati lagu.
            “Ira, ngagetin aja.. belum pulang?”. Tanya Lian.
            “Ngapain pulang? Aku ikut ekskul ini !”. Jawab Ira.
            Lian menengok ke arah Ira dengan ekspresi sedikit keheranan. “Serius ?”.
            “Seriusan... emangnya udah penuh ya?”. Tanya Ira.
            “Ah, belum kok... masih ada peluang buat masuk !”.
            “Yess”. Katanya dengan girang.
            Dengan cekatan dia langsung duduk bersebelahan dengan Lian. Entah mengapa Lian masih merasa janggal dengan dia. Terus terang, dari pertama masuk dulu Lian sudah merasa gak enak secara psikologis dengannya. Dari wajahnya terlihat sekali aura persaingan dan kebohongan. Hhh.. ngeri... :o
            1 jam berlalu, berarti waktu ekskul sudah habis. Lian segera membereskan semua peralatannya dan segera menuju  tempat parkir.
            “Lian, ikut kamu ke tempat parkir, ya!”. Pinta Ira
            “Boleh...”. Jawabnya.
            Ira terus mengikuti Lian hingga ke pintu gerbang sekolah. Karena Ira belum dijemput, tak sampai hati Lian meninggalkannya karena dia menunggu sendirian di sini. Lian dan Ira duduk di kursi dekat gerbang.
            “Kamu dulu sekelas sama Amira ya?”. Tanya Ira.
            “Maksudmu Amira Saraswati ? iya, dia teman sekelasku waktu SMP”. Jawab Lian.
            “Umm... dia temanku waktu SD !”. Kata Ira.
            Ha??. Batinnya dalam hati. Siapa yang tanya?
            Mencoba mengalihkan pembicaraan, Lian bertanya tentang kisah hidup Ira. Hingga akhirnya Lian tersentak dengan sebuah pernyataan mengenai keadaan Ira saat ini.
“Kamu merasa ada yang aneh nggak dengan Dion ?”. Tanya Ira. Dion adalah teman sekelas kami.
            “Nggak tuh... Memang ada apa?”. Jawab Lian santai.
            “Kelihatannya dia suka sama aku deh!”.
            “Kok bisa?? Kamu ambil kesimpulan sendiri ya?”. Tanya Lian penuh tanda tanya besar.
            “Lian....! sadar gak, dari tatapannya itu udah kelihatan banget kalau Dion suka sama aku..!”. Kata Ira dengan kegirangan.
            “Maybe..!!”. Kata Lian sambil tersenyum kecut.
            Entah sampai kapan hal ini terus dipendam oleh Lian. Ira, bahkan semua orang pun tak tahu bahwa Lian sangat menyukai Dion. Mungkin ini memang jalan terbaik, menghapus Dion dari pikiran dan membantu Ira untuk lebih dekat dengan Dion. Desah Lian.
Keesokan harinya...
            Kelas sudah ramai dipenuhi oleh para murid yang satu persatu mulai berdatangan. Lian berjalan di koridor sekolah dan berpapasan dengan Dion namun Lian tak mempedulikannya. Lian bersandar di tembok depan kelas untuk sekedar melihat suasana luar agar pikirannya lebih tenang. Selang beberapa menit Ira datang menghampiri Lian dengan membawa buku catatan Biologi.
            “Hari ini ulangan Biologi kan??”. Tanya Ira.
            “Ya”. Jawab Lian singkat.
            “Untungnya aku udah belajar semalam walau sedikit. Tumben ya?”. Kata Ira. Lian membalasnya dengan senyuman. “Sukses yakk!!”.
            Tiba-tiba Dion berdiri di hadapan Lian. “Pinjam buku catatan Biologi dong!”.
            Tak ada jawaban dari Lian.
            Dion mendengus. “Halo.. ada orangnya gak sih? Lian.. pinjam buku catatanmu!”.
            Lian menoleh ke arah Ira. “Boleh pinjam catatannya?”.
            “Oh, tentu!!”. Jawab Ira penuh semangat.
            “Ini bukunya!”. Cetus Lian sambil memberikan buku milik Ira.
            “Ini milik Ira. Aku maunya punya kamu!”. Pinta Dion.
            “Maksa banget sih? Aku males ke kelas! Ambil aja sendiri!”. Kata Lian.
            “Ya udah, thanks!”. Kata Dion sambil melangkah menuju ke bangku Lian di dalam kelas.
            Ira menatap Lian dengan ekspresi amat keheranan dan kebingungan. “Kamu memang begitu ya kalau sama Dion? Wah.... keren!!”.
            “Iya...!”. Balas Lian. “Lihat tuh Pak Farid kesini.. Ayo masuk!”.
            Ulangan Biologi hari ini dirasa cukup lancar bagi Lian karena dia sudah mempersiapkannya semalam dan pada saat ulangan berlangsung, tak ada yang mengusiknya sedikitpun. Pada saat ulangan, satu kelas akan dibagi menjadi dua babak dan Lian mendapat giliran pertama. Lian duduk di depan kelas bersama Kania, Mila, Yanis, Heni, dan Zilla. Dari kejauhan, Mila mendapati Ira sedang bersama Dion, Gilang, Salma, dan Bobi.
            “Eh eh... itu Ira bukan?”. Tanya Mila
            Lian menoleh kearah yang dituju Mila. “Iya, itu Ira.”.
            “Ngapain dia PDKT sama Dion? Nggak punya perasaan kali ya?”. Heran Yanis.
            Giliran Lian menoleh ke arah Yanis. “Maksudnya?”.
            “Ira kan tau kalau Gilang suka sama dia. Mestinya dia jaga perasaan lah.. bukannya kecentilan sama Dion. Dion juga udah tau kok hubungan antara Ira dan Gilang. Kalau aku jadi Dion, aku langsung pergi dari tempat itu sejauh mungkin yang aku bisa!”. Jelas Yanis.
            Lian mengetuk dahinya dengan jari telunjuk. “Kok jadi bingung ya?”.
            “Gak usah dipikirin. Yang penting kita nggak terlibat masalah itu kan?”. Kata Mila.
            “Siip lah!”. Kata Lian sambil tersenyum.
            Zilla mengajak Lian dan teman-temannya yang lain ke luar kelas saat jam istirahat.
            “Gimana tugas kelompok Sejarah punyamu? Udah selesai?”. Tanya Lian kepada Zilla.
            “Hehe.. belum. Habisnya males browsing di Internet.”. Jawab Zilla.
            “O ya, aku kemarin ada kelompok Sejarah sama Ira. Terus aku pinjam HP nya buat SMS ayah. Gak sengaja aku buka inbox nya, ternyata isinya full dengan SMS dari Dion dan Gilang!”. Kata Mila.
            Lian, Zilla, Heni, Yanis, dan Kania saling berpandangan. “Beneran?”. Tanya Heni mencoba memastikan perkataan Mila.
            “Ngapain aku bohong sama teman sendiri? Aku lihat kemarin, SMS nya dengan Gilang biasa aja nggak ada yang spesial!”. Lanjut Mila
            “Mungkin Gilang gugup mau SMS gimana. Terus SMS nya dengan Dion gimana?”. Tanya Zilla.
            “Ini ceritanya lain lagi. SMS nya seru banget, kaya udah temenan lama!”. Jawab Mila.
            “Berarti ada kemungkinan kalau Dion menyukai Ira?”. Tanya Kania.
            “Tepat banget!!”. Cetus Mila.
            Syukurlah kalau Dion suka sama Ira. Berarti semua berjalan sesuai rencana. Batin Lian.
{{{
            Selang beberapa hari Lian sama sekali tak berkutik tentang keadaan Dion akhir-akhir ini. Lian lebih memilih fokus terhadap apa yang akan terjadi selanjutnya.
            Tiba-tiba semua anak yang berada di luar kelas berteriak serempak.
            “Ada apa sih?”. Lian mengintip dari jendela disusul Dion yang berada tepat disampingnya. Dengan shock, Lian melihat Ira tersipu malu saat dia ditembak oleh Gilang. Ira pun menerima Gilang sebagai pacarnya.
            Ira benar-benar sudah gila. Kata Lian dalam hati.
            Perlahan tapi pasti Lian melihat ke arah Dion yang berada di sampingnya. Dion terlihat biasa saja dengan kejadian yang dilihatnya saat ini.
            Lian terus-terusan kebingungan dengan sikap Dion melihat gadis pujaannya sudah menjadi pacar orang lain. Raut mukanya terlihat santai dan masa bodoh dengan kejadian tadi. Lian mulai memprediksi. Pertama, Dion cemburu, makanya dia terlihat diam. Kedua, Dion benar-benar gak sadar apa yang sedang dilihatnya saat itu. dan yang terakhir, Dion sudah nggak ada rasa lagi sama Ira. “Arrgghhh!!! Menyebalkan!!!”. Teriak Lian dari dalam kamar.
            “Lian... Kamu baik-baik saja kan?”. Terdengar suara Ibu dari luar.
            “Ya.. aku baik-baik aja!”. Balas Lian.
            Lian segera naik ke ranjang tidur karena jam di mejanya sudah menunjuk pada angka sepuluh dan berharap besok menjadi hari yang lebih baik dari hari ini. GOOD NIGHT.
Beberapa minggu kemudian...
            Lian mendapati Dion sedang diam seorang diri di bangkunya. Lian mencoba menghampirinya.
            “Dion...”. Sapa Lian sambil duduk di depannya.
            “Hai!”.
            “Masih broken heart ya?”. Tanya Lian.
            “Ngapain juga pake acara broken heart?”. Cetus Dion.
            “Bukannya kamu suka sama Ira?”.
            Dengan sigap Dion menutup mulut Lian dengan telapak tangannya. Lian pun melepaskan tangan Dion.
            “Tuh kan bener!”. Lian mencoba menebak.
            “Sstt.. di sini ada banyak orang. Jangan nyebar gosip yang bukan-bukan!”. Jelas Dion.
            “Pertanyaan yang tadi belum kamu jawab!”.
            “Yang mana?”. Dion berlagak bingung.
            Lian memasang wajah cemberut. “Ya sudah kalau lupa!”. Lian beranjak pergi.
            “Iya ya... aku ingat!”. Kata Dion. Lian pun kembali duduk. “Aku tak pernah ada rasa sama Ira!”.
            “Aku sama sekali nggak yakin tuh..!”. Kata Lian.
            “Ok ok. Aku dulu ada rasa sama Ira tapi sekarang tidak lagi!”. Kata Dion.
            “Kenapa?”.
            “Masa kamu gak tau kalau sekarang Ira udah jadi pacarnya Gilang?”. Ucap Dion.
            “Oooo gitu ya.. ya udah... segitu aja. Aku cuma mau menghibur kamu aja kok!”. Kata Lian sambil beranjak pergi lagi.
            “Aku move on lagi!”. Kata Dion yang mengejutkan Lian.
            Lian membalikkan badannya. “Maksudnya? Mau move on kemana?”.
            “Ke kamu!”. Kata Dion.
            “Jangan ngaco deh!”. Ucap Lian agak sedikit salah tingkah.
            “Jangan berlagak bego!”. Kata Dion.
            “Mmmm.... ini beneran?”. Tanya Lian.
            “Iya, aku serius!”. Kata Dion penuh keyakinan.
            Lian berjalan mundur. “Beri aku waktu ya...!”.
            “Sampai kapan?”.
            “Mmmm... sepuluh menit lagi!”. Kata Lian sambil berlari ke luar kelas.
10 menit kemudian...
            Dion menghampiri Lian yang sedang berada di taman.
            “Lian...!”. Sapa Dion.
            “Eh iya..”.
            “Gimana tentang yang tadi?”. Tanya Dion.
            Lian menggelengkan kepalanya. “Iya!”.
            “Yang benar yang mana?”. Tanya Dion lagi.
            Lian tersenyum dan tersipu malu. Lian berlari meninggalkan Dion yang masih berada di taman.


 -Sekian-

You Might Also Like

0 comments