ANONYMITY -Cerpen-

November 18, 2013

Lari dari sebuah masalah bukan merupakan jalan yang tepat untuk menyelesaikan masalah itu sendiri. Begitulah ungkapan dari sebuah buku yang berjudul ‘ANONYMITY’ yang dibeli Kara sebulan lalu. Dengan tak sengaja Kara menemukan buku ini di sebuah rak kecil di toko buku Garield. Walau tak tau maksud dari judul Anonymity ini, Kara tetap ingin membeli buku itu. Konon katanya, buku ini tak diketahui asal muasalnya sehingga buku ini amat misterius untuk di kaji lebih jauh.
Selama ini Kara merasa tak pernah dipedulikan oleh semua temannya. Ia selalu menyendiri, berteman sepi. Terkadang ia berhalusinasi ingin berteman dengan makhluk tak kasat mata.
Perlahan, Kara membuka halaman demi halaman dan membacanya dengan seksama. Namun belum sempat ia merampungkan halaman 98, bel tanda pulang sekolah pun berbunyi. Kara segera meraih tas punggungnya dan pergi meninggalkan kelasnya yang menurutnya ruangan paling angker dari kelas-kelas lainnya.
Di sepanjang perjalanan, Kara terus menerus melamun tak menghiraukan keadaan sekelilingnya. Ia meletakkan tasnya di kursi kamarnya dan mengeluarkan buku Anonymity miliknya. Sambil membaca buku tersebut, Kara berinisiatif untuk mendengarkan lagu-lagu favoritnya di laptop. Ia memasang earphone di telinganya. Saat membuka folder yang berisi semua lagu-lagu kesukaannya, Kara menemukan sebuah lagu yang asing baginya. Tak ada judul dalam lagu tersebut. Karena penasaran, Kara segera memainkan lagu tersebut. Perlahan, mata Kara terpejam.
666
Kara membuka matanya dan ia kebingungan karena ia berada di tempat yang asing baginya.
Ia melihat ke langit. “Kenapa hari begitu gelap, seharusnya hari ini cerah!”.
Kara memandangi daerah di sekitarnya seperti tebing yang penuh dengan pepohonan tinggi dan kabut yang tebal. “Tunggu dulu, berarti tadi aku jatuh dari atas sana!”.
Kara memeriksa kaki dan tangannya. “Tak ada luka sedikitpun!”.
Tanpa berpikir panjang, ia segera berjalan meninggalkan tempat ia berada menuju ke tempat lain. Ia menemukan jalan setapak yang membawanya menuju ke sekolahnya. Sesampainya di sekolah, Kara disambut dengan hangat oleh semua temannya.
“Hai... rambut kamu berantakan sekali. Sini, aku bantu merapikan!”. Kata Carol.
“Iya terima kasih..!”. Kata Kara terpatah-patah.
“Jangan grogi..!”. Kata Carol meyakinkan.
Kara kembali berjalan menuju ruang kelasnya yang tak jauh dari lapangan basket. Setelah berada di depan pintu, tangannya ditarik oleh Dira, orang yang selama ini tak pernah mengajak Kara berkomunikasi.
“Aku ingin berbagi makanan denganmu.. diterima ya!”. Pinta Dira.
“Iya tentu!”. Ucap Kara sumringah.
Hari ini sangat aneh.. semua teman Kara yang tadinya tak menghiraukan Kara, kini menjadi sangat peduli pada Kara. Ini hari baik bagi Kara.
Kara berjalan di koridor melewati kelas-kelas lain. Ia begitu bahagia ketika semua siswa tersenyum saat melihat Kara.
“Ini baru yang namanya hidup.. Aku ingin hidup seperti ini!”. Kata Kara.
Hari mulai gelap, namun Kara tak kunjung menemukan rumahnya. Padahal ia hafal betul arah menuju rumahnya. Dengan terpaksa ia menginap di sekolah. Ia tidur di lantai kelasnya dengan meletakkan tikar yang sudah ada di lemari. Kara terbangun dari tikar karena tak bisa menutup matanya. Sejenak ia menatap langit-langit kelasnya.
“Mengapa hari begitu cepat berlalu..?”. Pikir Kara.
Kara segera mengalihkan pandangannya menuju ke jendela. Ia terkaget ketika melihat seberkas cahaya jatuh dari langit. Dengan segera ia berlari menuju jendela. Anehnya, cahaya itu bukan bintang jatuh ataupun meteor, melainkan sebuah buku yang dibeli Kara dengan judul yang sama yaitu ‘ANONYMITY’.
Ketika Kara hendak mengambil buku itu dari atas tanah, ia melihat sesosok pria bertubuh tinggi dan besar berada di hadapannya.
“Siapa kau? Apa yang kamu lakukan di sini?”. Tanya Kara ketakutan.
Pria itu tersenyum. “Namaku Antonio!”.
Anehnya lagi, Kara tak bisa mendengar nama pria tersebut. “Ha?? Aku tak bisa mendengar namamu!”.
“Nanti kau akan tau sendiri! Aku adalah pengarang buku yang kamu pegang itu!”. Terang Antonio.
“Mustahil! Pengarangnya tidak dicantumkan di dalam buku ini. Mungkin ia tak punya nama!”. Ujar Kara.
Antonio tersenyum. “Ikutlah denganku. Kau akan tau semuanya!”. Katanya sambil menggandeng tangan Kara.
666
Antonio dan Kara menyusuri jalan yang penuh dengan semak belukar. Kara tak tau kemana ia akan dibawa pergi oleh pria asing itu.
“Hei kau... bisa cari jalan lain gak? Jalan yang kita lewati ini penuh dengan semak belukar yang penuh dengan duri!”. Protes Kara.
“Sstt.. diamlah! Lihatlah di sana!”. Kata Antonio sambil menunjuk tempat yang dimaksud.
Ternyata, tempat tersebut penuh dengan teman-teman Kara yang selama ini tak peduli dengannya. Mereka terlihat sedang berputar mengelilingi api yang berkobar. Mereka juga terlihat berbeda, mereka sangat pucat.
“Apa yang sedang mereka lakukan?”. Tanya Kara.
“Mereka menunggumu!”. Jawab Antonio.
“Untuk apa?”. Tanya Kara semakin penasaran.
“Mereka ingin memiliki nama. Dengan adanya kamu di sana, mereka akan melakukan ritual untuk mengambil namamu!”. Jawab Antonio.
“Aku akan mati di sana?”.
“Lebih dari itu. Kamu tidak akan pernah bisa kembali ke alam nyata!”.
“Maksudmu? Lantas, aku sekarang ada di mana?”.
“Kau sekarang berada di alam lain dalam keadaan anonymity!”.
“Tanpa nama?”. Heran Kara.
“Ya. Aku ingin tau siapa namamu?”. Tanya Antonio.
“Namaku K..k..ka..”. Kara tak bisa menyebutkan namanya. “Ihh.. mengapa bisa begini? Aku mau pergi.. aku tak mau terlibat dalam masalah ini!”.
“Lari dari sebuah masalah bukan merupakan jalan yang tepat untuk menyelesaikan masalah itu sendiri!”. Tutur Antonio.
“Ha??! Kalimat itu... Kau benar-benar penulis buku aneh ini!”. Tanya Kara.
“Mengapa tidak?”. Jawab Antonio.
“Maafkan aku. Jika kau penulisnya, berarti kau tau bagaimana jalan keluar semua tragedi ini?”.
“Ya aku tau!. Pecahkan guci yang ada di tengah-tengah lingkaran setan yang dikelilingi teman jadi-jadianmu itu, maka kau akan kembali dengan selamat. Guci itu berisi nama yang sudah dikumpulkan mereka selama lima abad ini!”.
“Jika aku kembali, kau juga akan kembali ke alam nyata?”. Tanya Kara.
“Tidak, tugasku di sini. Menyelamatkan orang yang lari dari masalahnya sendiri. Seperti dirimu.!”. Kata Antonio.
“Aku akan merubah semuanya menjadi lebih baik!”. Tutur Kara.
“Ingat pesanku. Jangan pernah takut dalam menghadapi hal apapun!”. Kata Antonio.
“Siap!! Oh ya, bagaimana aku bisa tau namamu?”.
“Buka halaman 98, baca dengan teliti. Siapa tau ada tulisan transparan di halaman itu!”. Terang Antonio.
“Transparan??.. Baiklah..!”. Kata Kara.
“Sekarang waktunya kamu bebas. Pecahkan guci itu! jangan takut!”.
Kara menganggukkan kepalanya. Dengan berani, ia menuju lingkaran setan tersebut dan mengambil guci itu.
“Jangan pecahkan guci itu!”. Kata Carol yang juga ikut mengelilingi lingkaran setan.
“Jangan hiraukan dia! Pecahkan sekarang juga!”. Teriak Antonio.
“Aku akan selalu mengingatmu!”. Teriaknya pada Antonio.
Tanpa pikir panjang lagi, Kara segera memecahkan guci itu.
666
Kara membuka matanya perlahan. Ia mencubit pipinya. “Auu.. sakit! Hei, aku kembali!”.
Kara melihat di layar laptopnya. Durasi lagunya hanya lima menit tapi ia merasa seperti satu hari di alam lain tersebut. Ia ingat akan pesan pria misterius yang di temuinya di alam Anonymity untuk membuka halaman 98.
“Halaman ini memang belum selesai aku baca!”. Katanya Heran.

Dengan seksama ia mencari tulisan transparan yang dimaksud. Akhirnya ia menemukan tulisan tipis itu di sudut lembar halaman 98 itu. Di situ bertuliskan sebuah nama pengarang buku Anonymity tersebut yaitu, Antonio Byrthanyland-1513.

-Sekian-

You Might Also Like

0 comments